PUSAT STUDI
PENGELOLAAN SUMBER DAYA HAYATI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
RESEARCH CENTER FOR
MANAGEMENT OF BIOLOGICAL RESOURCES
I. SEJARAH
Pusat Studi Pengelolaan Sumber Daya Hayati (PSPSDH) Universitas Gadjah Mada, merupakan peningkatan dan pengembangan Pusat Studi Pengendalian Hayati (PSPH) Universitas Gadjah Mada. PSPH UGM berdiri pada tanggal 12 Juli 1995 berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada No.: UGM/90/3969/ UM/01/37. Selama 14 tahun PSPH UGM berkarya melaksanakan studi, kajian, pelatihan serta penyampaian usulan kebijakan berkaitan dengan pengendalian hayati organisme-organisme yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, serta pelestarian lingkungan hidup. Pengendalian hayati merupakan salah satu bentuk pemanfaatan Sumber Daya Hayati (SDH). Berbagai kegiatan penelitian dan pengkajian yang dilaksanakan oleh PSPH perlu ditingkatkan cakupan, kuantitas, dan kualitasnya agar lebih dapat memanfaatkan banyak bidang dan disiplin ilmu yang dikembangkan di UGM. Oleh karena itu, visi, misi, tujuan, lingkup bidang kajian, dan program kegiatan dari PSPH UGM perlu ditingkatkan. Komisi I Senat Akademik Universitas Gadjah Mada pada acara rapat tanggal 13 April 2009, menyetujui perubahan nama PSPH UGM menjadi PUSAT STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA HAYATI (PSPSDH) UGM. Perubahan Nama PSPH UGM menjadi PSPSDH UGM disyahkan dengan Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada Nomor 475/P/SK/HT/2009 tanggal 7 Mei 2009. Dengan peningkatan Pusat Studi ini diharapkan UGM lebih dapat memanfaatkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM), kepakaran, prasarana, dan sarana penelitian yang dimiliki untuk membantu pemerintah dalam menentukan kebijakan dan teknik pengelolaan SDH bagi peningkatan kesejahteraan rakyat serta keberlanjutan pembangunan nasional.
II. LATAR BELAKANG
A. Keanekaragaman Hayati
Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara di dunia yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat besar (megadiversity). Beranekaragam jenis tumbuhan, binatang, dan jasad renik yang hidup di bumi Indonesia seharusnya dapat dilestarikan dan dimanfaatkan secara bijaksana dan berkelanjutan. Praktik pembangunan yang dilakukan di berbagai sektor saat ini cenderung mengeksploitasi dan merusak kelestarian serta keanekara-gaman SDH. Indonesia telah lama mengesahkan (meratifikasi) Konvensi PBB tentang Keanekaragaman Hayati atau The United Nations Convention on Biological Diversity melalui UU No. 5 Tahun 1994. Namun, pelaksanaan undang-undang tersebut di lapangan masih sangat terbatas. Pengendalian hayati merupakan salah satu bentuk pemanfaatan berbagai komponen keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. PSPSDH melakukan penelitian dan kajian tentang seberapa jauh keberadaan SDH (termasuk Sumber Daya Genetik, SDG), prospek pemanfaatan SDH, dan pelestarian SDH. Negara-negara yang kaya keanekara-gaman hayati seperti Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya telah mengalami perompakan (biopiracy) kekayaan SDH dan SDG oleh pihak/negara yang miskin keanekaragaman hayati, terutama negara-negara subtropik. Hal ini dapat terjadi karena Indonesia belum mempunyai instrumen peraturan dan kelembagaan yang kuat untuk dapat mencegahnya. Dalam hal ini, PSPSDH UGM akan menyampaikan usulan pada pemerintah untuk melakukan pencegahan dan pengawasan terjadinya perompakan SDH yang kita miliki.
B. Ketahanan Hayati
World Trade Organization (WTO) telah menetapkan bahwa setiap negara diperbolehkan menerapkan persyaratan dan hambatan teknis bagi produk-produk yang memasuki wilayah suatu negara dengan alasan melindungi kesehatan manusia, tumbuhan, dan hewan, termasuk ternak serta ikan. Ketetapan ini tertera pada pasal-pasal Persetujuan WTO-SPS (Sanitary and Phytosanitary) dan WTO-TBT (Technical Barrier to Trade). Berdasarkan ketetapan ini banyak negara yang mengembangkan program Biosecurity yang mencakup program karantina hewan, ikan, dan tumbuhan. Negara yang memiliki kemampuan teknis ilmiah dalam memenuhi persyaratan dan standar global, serta yang mempunyai program Biosecurity kuat dan tegas dapat memasarkan produk-produknya di pasar global serta mampu menghambat pemasukan produk-produk dari luar. Sebaliknya negara yang tidak mampu memenuhi persyaratan internasional dan tidak mempunyai program Biosecurity kuat, tidak akan mampu memasarkan produk-produknya di pasar global dan tidak mampu mencegah impor produk-produk luar seperti yang terjadi di Indonesia saat ini.
C. Keamanan Hayati
Ketetapan WTO-SPS juga mencakup program Keamanan Hayati (Biosafety). Program Keamanan Hayati bertujuan mencegah pemasukan penyakit-penyakit dan organisme berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Indonesia telah mengalami banyak kasus pemasukan dan penyebaran berbagai organisme berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan dan lingkungan seperti Flu Burung, HIV/AIDS, Penyakit Sapi Gila, serta impor kedelai transgenik dari USA tanpa melalui analisis risiko. Semua kasus tersebut menunjukkan kelemahan sistem biosafety di Indonesia saat ini.
D. Kebijakan dan Advokasi Sumber Daya Hayati
Masalah pengelolaan SDH bukan tanggung jawab satu cabang disiplin ilmu atau sektor pembangunan tertentu, melainkan juga merupakan tanggung jawab semua disiplin ilmu dan sektor yang dilaksanakan secara holistik, terpadu, lintas disiplin ilmu, dan lintas sektor. Pemerintah seharusnya menetapkan kebijakan pengelolaan SDH yang komprehensif dan terpadu dan dapat dilaksanakan oleh semua sektor dan pemangku kepentingan (stakeholders). Berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan SDH perlu ditinjau kembali dan dipadukan agar tidak terjadi tumpang tindih yang merugikan. Sosialisasi kebijakan SDH tersebut pada seluruh lapisan stakeholders juga perlu dilakukan agar semua kebijakan SDH dapat dilaksanakan di lapangan. Pendampingan dan advokasi terhadap stakeholders yang memiliki permasalahan pengelolaan dan kebijakan SDH perlu disediakan dan dilaksanakan. Dalam konteks ini, kontribusi UGM dalam peningkatan daya saing bangsa di era globalisasi dalam pengelolaan SDH dapat lebih diwujudnyatakan dengan pembentukan Pusat Studi Pengelolaan Sumber Daya Hayati (PSPSDH) UGM sebagai pengembangan Pusat Studi Pengendalian Hayati (PSPH) UGM.
III. PROSPEK
A. Kebijakan dan Pelaksanaannya
Indonesia belum mempunyai kebijakan komprehensif dan terpadu tentang pelestarian, pemanfaatan, dan pengelolaan SDH yang dapat dilaksanakan di lapangan dan dipatuhi oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah sudah mempunyai beberapa kebijakan tentang SDH, tetapi masih terbatas diketahui di tingkat pusat di sektor-sektor tertentu. Diseminasi dan pelaksanaan kebijakan SDH di lapangan belum berjalan sehingga proses eksploitasi SDH terus berjalan. Advokasi dan pendampingan pada anggota masyarakat yang termarginalkan akibat pemanfaatan SDH oleh pemerintah dan industri perlu ditingkatkan.
B. Kerja Sama Lintas Disiplin Ilmu
Melalui kegiatan PSPSDH, UGM dapat meningkatkan kerja sama lintas disiplin yang sinergis, efektif, dan efisien dalam pengelolaan SDH secara berkelanjutan. UGM sebagai universitas besar yang mengelola dan mengembangkan berbagai disiplin ilmu dan kepakaran dapat memberikan sumbangan pemikiran, konsep, analisis kebijakan, dan rekomendasi teknis kepada pemerintah dan stakeholders lainnya dalam pengelolaan dan kebijakan SDH. Semua disiplin ilmu termasuk ilmu-ilmu humaniora dan sosial seperti filsafat, antropologi, sosiologi, psikologi, dan ilmu hukum mempunyai peran yang penting dalam pengelolaan dan kebijakan SDH terutama dalam mengubah perilaku, kebiasaan, pola produksi, dan pola konsumsi masyarakat dalam mengelola dan memanfaatkan SDH, dari cara yang boros dan merusak menjadi pola yang hati-hati, hemat, dan berkelanjutan. Melalui kegiatan Pusat Studi tersebut UGM dapat meningkatkan advokasi dan pendampingan pada masyarakat yang mengalami permasalahan dengan pelestarian, pemanfaatan, dan pengelolaan SDH.